KIM Suara Kranggan Menuju Masyarakat yang Informatif Maju, Sejahtera dan bermoral

Senin, 23 April 2018

Hari Kartini,stop pernikahan dini

"Kami di sini memohon di usahakan pengajaran & pendidikan anak-anak & wanita,bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak & wanita itu menjadi saingan laki-laki  dalam hidupnya,tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita,agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannnya yang alam (Sunatullaah) sendiri ke dalam tangannya,menjadi Ibu pendidik manusia yang pertama-tama,".Demikianlah salah satu kutipan surat Kartini yang di tulis pada 4 Oktober 1901.Berawal dari dunia pendidikan yang menjadi fokus Kartini,kini aspek ekonomi & politik berhasil di tapaki oleh kaum hawa dengan leluasa.Semakin terbukanya kesempatan bersekolah yang diikuti dengan penurunan angka buta huruf,mengantarkan perempuan Indonesia menuju pintu gerbang kebebasan,namun di sisi lain masih ada praktik pernikahan usia anak yang umumnya terjadi pada perempuan.lantas,sudah berhasilkah perjuangan Kartini?Raden Ajeng Kartini,pelopor emansipasi wanita mengenalkan perempuan Indonesia ke dunia tanpa batas,baca & tulis.Meskipun prosentase perempuan usia 10 tahun ke atas yang buta aksara masih dua kali lipat dari laki-laki angka tersebut semakin menurun setiap tahunnya.Data BPS menunjukkan keberhasilan upaya Pemerintah mengentaskan tuna aksara perempuan pada 1961.Sedikitnya 70 dari 100% perempuan usia 10 tahun keatas tidak bisa baca tulis.Angka tersebut menciut menjadi 6% / 100 perempuan pada 2017.

                                                            *Perempuan kini*
Perempuan dengan percaya diri kini melangkah ke dunia kerja.Berbekal pendidikan yang di miliki,hampir semua pekerjaan dapat mnerima peran perempuan.Besaran upah tidak lagi di lihat dari jenis kelamin yang mengerjakan,tetapi seberapa besar kinerjanya.Tolok ukur kinerja ini umumnya di dasarkan pada tingkat pendidikan yang bersangkutan.Ketimpangan upah/gaji antar tingkat pendidikan lebih nyata terlihat di bandingkan dengan perbedaan upah antar jenis kelamin.Perbandingan rata-rata upah pekerja yang tidak pernah sekolah dengan upah pekerja lulusan S-1 lebih tinggi,adalah 1,5,sedangkan tanpa melihat tingkat pendidikan,perbandingan rata-rata upah pekerja perempuan & pekerja laki-laki adalah 4 : 5 (BPS,indikator kesejahteraan rakyat,2017).Dalam ranah politik,pada 1955 perempuan menempati 6 % kursi legislatif.Meskipun dari segi persentase masih jauh di bawah laki-laki,kesempatan perempuan untuk duduk di kursi DPR kian meningkat.Data terakhir komisi Pemilihan Umum menunjukkan sekitar 17 % anggota DPR Periode 2014-2019 adalah perempuan.Tidak diragukan lagi bahwa partisipasi perempuan sudah menyentuh hampir semua rona meski data masih mengunggulkan laki-laki (BPS Indonesia 2017).

                                                           *Pernikahan Dini*
Dewasa ini isu pernikahan dini kembali menyeruak lantaran adanya pernikahan 2 bocah SMP di Kabupaten Bantaeng,Sulawesi Selatan.Lemahnya payung hukum di yakini memuluskan praktik pernikahan usia anak.Batasan usia minimal calon pengantin yang di muat dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan di rasa perlu di tinjau ulang.Akan tetapi,DPR bergeming & tetap menilai batas minimal usia pernikahan di UU Perkawinan sudah tepat.---->Pernikahan usia anak juga di singgung dalam forum global,antar lain agenda pembangunan berkelanjutan pasca MDGs atau Sustainable Development Goals (DGS).Salah satu fokus SDGs adalah trwujudnya kesetaraan gender yang meenekankan pada terpenuhinya hak-hak perempuan & mengakhiri segala bentuk diskriminas,kekerasan & semua praktik berbahaya seperti pernikahan dini yang kerap terjadi paada perempuan.Masih nmaraknya pernikahan usia anak mencerminkan belum terwujudnya kesetaraan gender.---->Pernikahan dini menutup kesempatan anak perempuan meraih pendidikan,sebagaimana di sampaikan dalam suratnya,Kartini menyadari bahwa fitrahnya seorang perempuan adalah di rumah,melayani suami,mengurus rumah tangga & membesarkan anak.Fitrah itulah yang di jadikan kedok untuk memingit kaum hawa.Padahal,jika perempuan dibekali pendidikan sebelum menjalani fitrahnya,maka pengaruhnya kian terbawa sampai ke anak-anak yang merupakan generasi penerus bangsa ini.---->Kartini mungkin belum berhasil mewujudkan kesetaraan gender versi SDGs,tetapi beliau sudah berhasil mengembalikan hak-hak perempuan yang sebelumnya di rampas.Kesetaraan gender  yang ingin di capai dalam target global mungkin masih perlu di kejar oleh pemerintah Indonesia.Namun,kini pemerintah tak perlu berlari karena Kartini sudah menjaadikannya selangkah lebih dekat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar