Oleh
Yudhiakto Pramudya
Kepala Pusat Studi Astronomi Universitas Ahmad Dahlan
Gerhana Matahari Total baru saja kita lewati tanggal 9 Maret lalu.
Kegembiraan mengamati gerhana tampak di seluruh penjuru Indonesia. Tidak
tampak ketakutan seperti yang terlihat pada Gerhana Matahari Total
1983. Bahkan, masyarakat antusias pergi ke berbagai daerah jalur
totalitas untuk menjemput kegelapan yang cuma tidak lebih dari 3 menit.
Media massa berlomba menjadi yang terdepan dan terlengkap memberitakan
Gerhana Matahari Total.
Sekitar 14 hari setelahnya, Gerhana kembali terjadi. Kali ini yang terjadi adalah Gerhana Bulan Penumbral.
Pada peristiwa Gerhana Bulan, Bulan pada fase purnama. Pada saat
gerhana tersebut, Bulan masuk kedalam bayang-bayang Bumi. Sehingga,
sinar Matahari yang seharusnya jatuh pada permukaan Bulan tidak
seluruhnya sampai di permukaan Bulan. Akibatnya permukaan Bulan terlihat
berubah warna atau meredup.
Berbeda dengan Gerhana Matahari, orang di Bumi akan melihat bentuk
piringan Matahari yang tertutup oleh piringan Bulan dengan luas yang
berbeda-beda. Bergantung pada posisinya di Bumi, orang akan melihat
Gerhana Matahari Total atau Gerhana Matahari Sebagian, bahkan ada daerah
di Bumi yang tidak melihat Gerhana Matahari. Sedangkan untuk Gerhana
Bulan, orang di Bumi akan melihat penampakan Bulan yang meredup relatif
sama di setiap tempat di Bumi.
Misalnya, orang di Yogyakarta akan melihat Gerhana Bulan yang sama
dengan orang yang berada di Ternate. Berbeda dengan saat Gerhana
Matahari Total yang lalu.
Namun, Gerhana Bulan kali ini yang terjadi pada tanggal 23 Maret 2016
tidak terlalu terlihat bedanya dibandingkan dengan Bulan pada saat
tidak terjadi Gerhana.
Gerhana Bulan yang terjadi adalah Gerhana Bulan Penumbral.
Gerhana Bulan Penumbral diakibatkan Bulan masuk dalam bayang-bayang
penumbra Bumi. Hal ini berbeda dengan Gerhana Bulan Total, yaitu Bulan
masuk dalam bayang-bayang umbra Bumi. Umbra adalah daerah bayang-bayang
yang lebih gelap daripada penumbra. Nah, Gerhana Bulan Penumbral tanggal
23 Maret 2016, tidak semua daerah Bulan masuk dalam bayang-bayang
penumbra Bumi. Sehingga, hanya sebagian daerah Bulan yang meredup,
khususnya di daerah Selatan Bulan. Pengamat di Bumi yang tidak terbiasa
melihat Bulan, akan sulit membedakan Bulan saat Gerhana dan tidak saat
gerhana. Terlebih lagi bila kondisi langit yang tidak terlalu cerah dan
polusi cahaya perkotaan yang sudah sangat buruk.
Gerhana Bulan aman untuk dilihat dengan mata telanjang atau menggunakan teleskop atau binokuler.
Gerhana Bulan Penumbral pada tanggal 23 Maret 2016 terjadi sebelum
Bulan terbit. Sehingga, bila ingin melihat Gerhana Bulan Penumbral ini
segera mencari tempat dengan arah timur yang tidak terhalang. Bulan
mulai masuk bayang-bayang penumbra Bumi pada pukul 16:39:29 WIB, pada
saat ini Bulan masih di bawah ufuk Timur. Namun, jangan khawatir,
Gerhana Bulan Penumbral ini akan berlangsung sampai pukul 20:54:50 WIB.
Jadi tersedia banyak waktu luang untuk menikmati Gerhana Bulan yang mungkin tidak terlalu kelihatan tingkat redupnya.
Mari berharap langit malam tanggal 23 Maret 2016 cerah tanpa hujan
dan awan. Karena selain Gerhana Bulan Penumbral, kita bisa melihat
planet Jupiter yang nampak terang di dekat Bulan.
Beruntungnya kita yang mendapat 2 kali Gerhana dalam satu bulan Maret
ini. Semakin sering kita mengapresiasi langit, semakin besar kesadaran
masyarakat untuk berkontribusi positif pada astronomi khususnya dalam
mengurangi polusi cahaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar